Jika mendengar nama Jepara apa yang terbayang di benak anda? Mungkin yang terbayang adalah ingatan jaman sekolah yaitu Jepara merupakan kota kelahiran pahlawan wanita pembela emansipasi yaitu Ibu Kartini. Atau ingatan lain Jepara yang terkenal akan kerajinan ukiran kayunya. Itu semua tidaklah salah. Memang Jepara terkenal sebagai kota kelahiran Ibu Kartini dan juga tersohor karena kerajinan ukiran kayunya.
Saya pribadi pertama kali menginjakkan kaki ke Jepara karena Jepara merupakan meeting point jika kita ingin melanjutkan perjalanan ke Kepulauan Karimunjawa. Gugusan pulau-pulau yang terkenal akan kekayaan terumbu karangnya yang begitu indah. Sama sekali tidak terpikir dalam benak saya kalau saya akan berjalan-jalan mengelilingi kota Jepara. Karena tujuan utama memanglah ingin mengunjungi kepulauan Karimunjawa dan menikmati keindahan alam bawah lautnya.
Karena meeting point dengan pihak travel agent adalah di Pantai Kartini pada jam 10 pagi, dan transportasi yang tersedia dari Surabaya/ Sidoarjo menuju Jepara adalah bus dengan jadwal keberangkatan sehari satu kali saja (jam 8 pagi). Maka saya dan kedua teman saya menyusun rencana untuk berangkat dari Surabaya sehari sebelum meeting point dengan pihak travel agent dan menginap semalam di Jepara. Karena trip ke Karimunjawa dimulai hari Senin, maka kami bertiga berangkat hari Minggu pagi dan tiba di Jepara kurang lebih jam 2 siang. Sebelumnya teman saya sudah booking satu kamar hotel di sana yang letaknya tidak terlalu jauh dari terminal ataupun dari pantai Kartini. Setiba di sana, kami cukup terkejut, ternyata kota Jepara ini kecil juga ya (mungkin karena terbiasa hidup di kota besar). Terminal tidak terlalu besar dan relatif sepi, lalu lintas juga relatif lengang. Karena salah satu teman trip saya punya teman yang tinggal di Jepara, jadi dia memanfaatkan temannya ini untuk menjadi guide kami selama kurang lebih semalam di Jepara. Dia menjemput kami di terminal dan karena jemputnya pakai motor, alhasil saya dan teman saya naik becak beserta barang-barang bawaan kami. Yang mengejutkan adalah ongkos becak dari terminal ke hotel sangatlah murah. Setiba di hotel kami memutuskan untuk istirahat dan teman dari teman saya ini pun kembali beraktifitas dan berjanji akan datang lagi di petang hari untuk sekedar jalan-jalan menjelajahi kota Jepara.
Pada petang harinya datanglah teman ini beserta suaminya dengan membawa 2 motor. Dia mengajak kami jalan-jalan dan mencicipi kuliner di Alun-alun Jepara. Alun-alun Jepara tidak terlalu besar tapi cukup ramai dengan pedagang-pedagang yang berjualan di sekeliling Alun-alun. Hidangan yang kami cicipi pada waktu itu adalah kerang rebus beraneka jenis. Saking banyaknya jenis yang mereka tawarkan kami tidak berani memesan kesemuanya dan memesan sekitar 5 jenis saja yang menurut kami familiar dan yang direkomendasikan oleh teman kami si pemilik kampung halaman. Saat memesan dan menanyakan harganya kami terkejut. Per porsi kerang tersebut sekitar sebaskom banyaknya dibandrol dengan
harga yang sangat murah yaitu 5.000 rupiah saja per porsinya. Wow, harga
yang sangat murah bagi kami yang terbiasa hidup di kota. Setelah memesan, penjual akan menghangatkan lagi kerang ini kemudian mengantarkan ke tempat kami duduk lesehan. Teman kami juga memesankan wedang khas Jepara yang rasanya cukup menyegarkan. Menikmati beberapa jenis kerang ini memiliki sensasi tersendiri. Terutama saat mengeluarkan kerang dari kulit atau cangkangnya. Kerang rebus dengan bumbu sederhana ini jadi terasa begitu istimewa.
Beraneka jenis kerang rebus |
Puas mencicipi kerang, teman kami mengajak kami untuk singgah di rumahnya dan menjanjikan kuliner lain yang juga unik, yaitu sate kerbau. Pertama kali mendengar saya juga terkejut. Tidak menyangka jika hewan yang terkenal sebagai pembajak sawah ini bisa dimanfaatkan untuk dikonsumsi dagingnya. Saya pun penasaran untuk mencoba rasanya. Dalam bayangan saya teksturnya akan sedikit alot, ternyata tidak. Teksturnya sangat mirip dengan daging sapi. Yang membedakan adalah sensasi manis saat dagingnya digigit dan dikunyah. Ibu dari teman saya ini membenarkan dan beliau mengatakan daging kerbau sudah menjadi kuliner khas di Jepara dan selain diolah menjadi sate dapat juga diolah menjadi dendeng. Bagi yang mempunyai tekanan darah tinggi perlu sedikit waspada mengkonsumsi daging kerbau. Teman saya yang mempunyai tekanan darah normal cenderung tinggi merasa pusing setelah makan beberapa tusuk sate kerbau. Sementara saya yang mempunyai kecenderungan darah rendah tidak merasakan keluhan apapun.
Sate kerbau |
Itulah pengalaman saya sehari mengunjungi Jepara dan mencicipi kuliner khasnya yang unik. Sebenarnya masih ada kuliner khas lain seperti ikan, atau hidangan khas laut lainnya. Tapi karena yang unik dan sulit dijumpai di daerah lain kerang rebus dan sate kerbau, jadi teman saya tidak merekomendasikan yang lain. Selain itu waktu yang cukup singkat juga tidak memungkinkan bagi kami untuk mencicipi berbagai macam hidangan lainnya. Keesokan paginya kami pun melanjutkan perjalanan ke Pantai Kartini untuk melanjutkan menyeberang ke kepulauan Karimunjawa.
Belum ada tanggapan untuk "Berkunjung dan Mencicipi Kuliner Jepara"
Posting Komentar